ECO-FEMINISM
Oleh : Eka Yuniari Putri
Ecofeminism menggambarkan gerakan dan
filosofi yang menghubungkan feminisme dengan ekologi. Istilah ini diyakini
telah diciptakan oleh penulis Prancis Françoise d'Eaubonne dalam bukunya, Le Feminisme
ou la Mort (1974). Ecofeminism menghubungkan eksploitasi. dan dominasi
perempuan dengan lingkungan, dan berpendapat
bahwa ada hubungan historis antara perempuan dan alam. Ecofeminists percaya
bahwa hubungan ini digambarkan melalui nilai-nilai tradisional 'perempuan'
timbal balik, memelihara dan kerjasama, yang hadir baik di kalangan perempuan
dan di alam. Selain itu, ecofeminists menarik hubungan antara menstruasi dan
siklus bulan, melahirkan dan penciptaan dll Perempuan dan alam juga bersatu melalui
sejarah mereka bersama penindasan oleh masyarakat Barat patriarki.
Vandana Shiva mengklaim bahwa wanita memiliki
hubungan khusus terhadap lingkungan melalui interaksi sehari-hari dan hubungan
ini telah diabaikan. Dia mengatakan bahwa perempuan dalam ekonomi subsisten
yang menghasilkan "kekayaan dalam kemitraan dengan alam, telah ahli di
kanan mereka sendiri pengetahuan holistik dan ekologis proses alam." Namun
dia membuat titik bahwa "ini alternatif moda mengetahui, yang berorientasi
pada manfaat sosial dan kebutuhan rezeki tidak diakui oleh paradigma
reduksionis kapitalis, karena gagal untuk melihat keterkaitan alam, atau
koneksi dari kehidupan perempuan, pekerjaan dan pengetahuan dengan penciptaan
kekayaan.
Eko-feminis
memandang masalah dunia yang sakit (insane) secara ekologis terutama
dalam patriarchy dan akibat-akibatnya (Mellor 1992; Shiva
1989; Merchant 1980; Plumwood 1993). Dari sudut pandang ini struktur-struktur
penguasaan, penindasan dan kontrol yang menyebabkan masyarakat penuh persaingan
(kompetitif), serakah dan eksploitatif. Masyarakat patriarchal akhirnya
terbuktiunsustainable, dan menyebabkan malapetaka lingkungan yang
terbukti tidak dapat dihindarinya.
Jadi,
perubahan yang menurut eko-feminis diperlukan adalah perubahan yang diwujudkan
dalam gerakan feminis, dimana struktur-struktur patriarchal ditentang
dan diganti. Memang gerakan feminis, seperti gerakan-gerakan lainnya yaitu,
mempunyai kelompok-kelompok dan penekanan-penekanan (strands and emphases)
yang berbeda-beda dan bertentangan (Williams 1989), dan tidak ada ruang
untuk menggalinya secara terperinci di sini. Mereka yang hanya menganjurkan bahwa
wanita harus didorong dan didukung untuk ’bersaing’ secara efektif dengan
laki-laki di dalam struktur yang ada tidak memenuhi syarat untuk
masuk di dalam gerakan eko-feminis untuk tujuan analisa ini, karena
mereka hanya mempertegas kembali nilai tatanan sosial, ekonomi dan
politik yang ada.
Termasuk
yang penting sekali adalah karya para penulis feminis yang
menganjurkan bahwa analisa feminis membutuhkan pembangunan suatu masyarakat
yang didasarkan pada prinsip-prinsip organisasional yang berbeda, berusaha
untuk mengganti struktur kompetitif dengan struktur yang kooperatif; untuk
menggantikan individualisme dengan benar-benar pembuatan keputusan bersama; dan
untuk menghargai semua orang dan bukan mendukung dominasi, kendali/kontrol,
penindasan dan eksploitasi sebagian kepada yang lainnya (khususnya dalam
hubungannya dengan gender). Feminisme seperti itu mengakui pentingnya
karakteristik yang secara tradisional yang berasal dari wanita, seperti nurturing,
pengasuhan, pertukaran, masyarakat dan perdamaian paling tidak sama
pentingnya (dan bagi kebanyakan penulis, lebih penting) dibandingkan
karakteristik yang secara tradisional yang berasal dari laki-laki seperti
persaingan individu, penyerangan/kekerasan, penguasaan, eksploitasi dan perang.
Beberapa
penulis eko-feminis mengambil apa yang dapat dinilai sebagai posisi yang
ekstrim, termasuk ilmu , shamanisme, sihir , dan lain-lain, yang
dapat mengasingkan banyak pendukung potensialnya (lihat Biehl 1991). Yang
lainnya, seperti Vandana Shiva (1989) dan Mary Mellor (1992), telah berusaha
untuk menjelaskan posisi feminis yang tidak begitu ‘ekstrim’
yang menunjukkan sangat pentingnya persoalan-persoalan gender dalam debat
mengenai penyebab-penyebab krisis ekologi, dan apa yang perlu dilakukan untuk
itu.
Posisi
eko-feminis mengajukan dua buah pertanyaan penting bagi mereka yang
mengembangkan (developing) Green analysis. Satu adalah
persoalannya mengenai bagaimana untuk menjamin bahwa apapun perubahan yang
diprakarsai tidak mengabadikan (perpetuate) penindasan wanita atau
struktur patriarki, tetapi benar-benar membantu penentangan dan
penjatuhan struktur-struktur seperti itu. Pertanyaan ini sebagai bagian dari
pembahasan mengenai prinsip-prinsip keadilan sosial dalam pembangunan
masyarakat. Persoalan lainnya adalah tingkat pengalaman-pengalaman,
kesadaran-kesadaran, dan pandangan-pandangan dunia wanita menggambarkan
suatu paradigma alternatif yang di dalamnya tatanan sosial, ekonomi
dan politik yang secara ekologis sustainable dapat dibangun
dengan sukses. Kebanyakan penulis Green mengambil kedua
persoalan dengan sungguh-sungguh (walaupun secara alami ada variasi tingkat pengakuan
dan pembahasannya), sebagai akibatnya paling tidak ada elemen analisa feminis
yang dimasukkan dalam banyak literatur/kepustakaan Green.
Sumber
Pustaka
Malik, Halim. (2012). Eco-feminism
(Salah Satu Perspektif Analisis Lingkungan) #3#. (Online). Tersedia : http://media.kompasiana.com/buku/2012/02/07/eco-feminism-salah-satu-perspektif-analisis-lingkungan-3-433452.html.
Diakses tanggal 11 Agustus 2014
Wikipedia.
Eco-feminism. (Online). Tersedia : http://en.wikipedia.org/wiki/Ecofeminism. Diakses tanggal 11 Agustus 2014
0 komentar :
Posting Komentar